Pengertian E-Banking
Apa itu e-banking? Electronic Banking (e-banking) merupakan suatu
aktifitas layanan perbankan yang menggabungkan antara sistem informasi
dan teknologi, e-banking meliputi phone banking, mobile banking, dan
internet banking. E-banking didefinisikan sebagai penghantaran otomatis
jasa dan produk bank secara langsung kepada nasabah melalui elektronik,
saluran komunikasi interaktif.
E-Banking meliputi sistem yang memungkinkan nasabah bank, baik individu
ataupun bisnis, untuk mengakses rekening, melakukan transaksi bisnis,
atau mendapatkan informasi produk dan jasa bank melalui jaringan pribadi
atau publik, termasuk internet. Nasabah dapat mengakses e-banking
melalui piranti pintar elektronis seperti komputer/PC, PDA, ATM, atau
telepon.
Marilah kita telaah satu persatu saluran dari e-Banking yang telah diterapkan bank-bank di Indonesia sebagai berikut:
1. ATM, Automated Teller Machine atau Anjungan Tunai Mandiri
Ini adalah saluran e-Banking paling populer yang kita kenal. Setiap kita
pasti mempunyai kartu ATM dan menggunakan fasilitas ATM. Fitur
tradisional ATM adalah untuk mengetahui informasi saldo dan melakukan
penarikan tunai. Dalam perkembangannya, fitur semakin bertambah yang
memungkinkan untuk melakukan pemindahbukuan antar rekening, pembayaran
(a.l. kartu kredit, listrik, dan telepon), pembelian (a.l. voucher dan
tiket), dan yang terkini transfer ke bank lain (dalam satu switching
jaringan ATM). Selain bertransaksi melalui mesin ATM, kartu ATM dapat
pula digunakan untuk berbelanja di tempat perbelanjaan, berfungsi
sebagai kartu debit. Bila kita mengenal ATM sebagai mesin untuk
mengambil uang, belakangan muncul pula ATM yang dapat menerima setoran
uang, yang dikenal pula sebagai Cash Deposit Machine/CDM. Layaklah bila
ATM disebut sebagai mesin sejuta umat dan segala bisa, karena ragam
fitur dan kemudahan penggunaannya.
2. Phone Banking
Ini adalah saluran yang memungkinkan nasabah untuk melakukan transaksi
dengan bank via telepon. Pada awalnya lazim diakses melalui telepon
rumah, namun seiring dengan makin populernya telepon genggam/HP, maka
tersedia pula nomor akses khusus via HP bertarif panggilan flat dari
manapun nasabah berada. Pada awalnya, layanan Phone Banking hanya
bersifat informasi yaitu untuk informasi jasa/produk bank dan informasi
saldo rekening serta dilayani oleh Customer Service Operator/CSO. Namun
profilnya kemudian berkembang untuk transaksi pemindahbukuan antar
rekening, pembayaran (a.l. kartu kredit, listrik, dan telepon),
pembelian (a.l. voucher dan tiket), dan transfer ke bank lain; serta
dilayani oleh Interactive Voice Response (IVR). Fasilitas ini boleh
dibilang lebih praktis ketimbang ATM untuk transaksi non tunai, karena
cukup menggunakan telepon/HP di manapun kita berada, kita bisa melakukan
berbagai transaksi, termasuk transfer ke bank lain.
3. Internet Banking
Ini termasuk saluran teranyar e-Banking yang memungkinkan nasabah
melakukan transaksi via internet dengan menggunakan komputer/PC atau
PDA. Fitur transaksi yang dapat dilakukan sama dengan Phone Banking
yaitu informasi jasa/produk bank, informasi saldo rekening, transaksi
pemindahbukuan antar rekening, pembayaran (a.l. kartu kredit, listrik,
dan telepon), pembelian (a.l. voucher dan tiket), dan transfer ke bank
lain. Kelebihan dari saluran ini adalah kenyamanan bertransaksi dengan
tampilan menu dan informasi secara lengkap tertampang di layar
komputer/PC atau PDA.
4. SMS/m-Banking
Saluran ini pada dasarnya evolusi lebih lanjut dari Phone Banking, yang
memungkinkan nasabah untuk bertransaksi via HP dengan perintah SMS.
Fitur transaksi yang dapat dilakukan yaitu informasi saldo rekening,
pemindahbukuan antar rekening, pembayaran (a.l. kartu kredit, listrik,
dan telepon), dan pembelian voucher. Untuk transaksi lainnya pada
dasarnya dapat pula dilakukan, namun tergantung pada akses yang dapat
diberikan bank. Saluran ini sebenarnya termasuk praktis namun dalam
prakteknya agak merepotkan karena nasabah harus menghapal kode-kode
transaksi dalam pengetikan sms.
Di balik kemudahan e-Banking tersimpan pula risiko, untuk itu diperlukan
pengaman yang baik. Lazimnya untuk ATM, nasabah diberikan kartu ATM
dan kode rahasia pribadi (PIN); sedangkan untuk Phone Banking, Internet
Banking, dan SMS/m-Banking, nasabah diberikan kode pengenal (userid)
dan PIN. Sebagai pengaman tambahan untuk internet banking, pada bank
tertentu diberikan piranti tambahan untuk mengeluarkan PIN acak/random.
Sedangkan untuk SMS Banking, nasabah diminta untuk meregistrasikan
nomor HP yang digunakan.
Dengan beragamnya kemudahan transaksi via e-Banking, kini pilihan ada di
tangan kita untuk memanfaatkannya atau tidak. Namun mengingat tidak
semua bank menyediakan layanan-layanan tersebut, maka seberapa pintarkah
bank kita? Untuk dapat bertransaksi pintar, kini saatnya memilih bank
pintar kita, tentunya sesuai kebutuhan transaksi.
2.2 Jenis-Jenis Teknologi E-Banking
1) Automated Teller Machine (ATM). Terminal elektronik yang disediakan
lembaga keuangan atau perusahaan lainnya yang membolehkan nasabah untuk
melakukan penarikan tunai dari rekening simpanannya di bank, melakukan
setoran, cek saldo, atau pemindahan dana.
2) Computer Banking. Layanan bank yang bisa diakses oleh nasabah melalui
koneksi internet ke pusat data bank, untuk melakukan beberapa layanan
perbankan, menerima dan membayar tagihan, dan lain-lain.
3) Debit (or check) Card. Kartu yang digunakan pada ATM atau terminal
point-of-sale (POS) yang memungkinkan pelanggan memperoleh dana yang
langsung didebet (diambil) dari rekening banknya.
4) Direct Deposit. Salah satu bentuk pembayaran yang dilakukan oleh
organisasi (misalnya pemberi kerja atau instansi pemerintah) yang
membayar sejumlah dana (misalnya gaji atau pensiun) melalui transfer
elektronik. Dana ditransfer langsung ke setiap rekening nasabah.
5) Direct Payment (also electronic bill payment). Salah satu bentuk
pembayaran yang mengizinkan nasabah untuk membayar tagihan melalui
transfer dana elektronik. Dana tersebut secara elektronik ditransfer
dari rekening nasabah ke rekening kreditor. Direct payment berbeda dari
preauthorized debit dalam hal ini, nasabah harus menginisiasi setiap
transaksi direct payment.
6) Direct Payment (also electronic bill payment). Bentuk pembayaran
tagihan yang disampaikan atau diinformasikan ke nasabah atau pelanggan
secara online, misalnya melalui email atau catatan dalam rekening bank.
Setelah penyampaian tagihan tersebut, pelanggan boleh membayar tagihan
tersebut secara online juga. Pembayaran tersebut secara elektronik akan
mengurangi saldo simpanan pelanggan tersebut.
7) Electronic Check Conversion. Proses konversi informasi yang tertuang
dalam cek (nomor rekening, jumlah transaksi, dll) ke dalam format
elektronik agar bisa dilakukan pemindahan dana elektronik atau proses
lebih lanjut.
Electronic Fund Transfer (EFT). Perpindahan “uang” atau “pinjaman” dari
satu rekening ke rekening lainnya melalui media elektronik.
9) Payroll Card. Salah satu tipe “stored-value card” yang diterbitkan
oelh pemberi kerja sebagai pengganti cek yang memungkinkan pegawainya
mengakses pembayaraannya pada terminal ATM atau Point of Sales. Pemberi
kerja menambahkan nilai pembayaran pegawai ke kartu tersebut secara
elektronik.
10) Preauthorized Debit (or automatic bill payment). Bentuk pembayaran
yang mengizinkan nasabah untuk mengotorisasi pembayaran rutin otomatis
yang diambil dari rekening banknya pada tanggal-tangal tertentu dan
biasanya dengan jumlah pembayaran tertentu (misalnya pembayaran listrik,
tagihan telpon, dll). Dana secara elektronik ditransfer dari rekening
pelanggan ke rekening kreditor (misalnya PLN atau PT Telkom).
11) Prepaid Card. Salah satu tipe Stored-Value Card yang menyimpan nilai
moneter di dalamnya dan sebelumnya pelanggan sudah membayar nilai
tersebut ke penerbit kartu.
12) Smart Card. Salah satu tipe stored-value card yang di dalamnya
tertanam satu atau lebih chips atau microprocessors sehingga bisa
menyimpan data, melakukan perhitungan, atau melakukan proses untuk
tujuan khusus (misalnya validasi PIN, otorisasi pembelian, verifikasi
saldo rekening, dan menyimpan data pribadi). Kartu ini bisa digunakan
pada sistem terbuka (misalnya untuk pembayaran transportasi publik) atau
sistem tertutup (misalnya MasterCard atau Visa networks).
13) Stored-Value Card. Kartu yang di dalamnya tersimpan sejumlah nilai
moneter, yang diisi melalui pembayaran sebelumnya oleh pelanggan atau
melalui simpanan yang diberikan oleh pemberi kerja atau perusahaan lain.
2.3 Manfaat E-Banking
Fungsi penggunaannya mirip dengan mesin ATM dimana sarananya saja yang
berbeda, seorang nasabah dapat melakukan aktifitas pengecekan saldo
rekening, transfer dana antar rekening atau antar bank, hingga
pembayaran tagihan-tagihan rutin bulanan seperti: listrik, telepon,
kartu kredit, dll.
Dengan memanfaatkan e-banking banyak keuntungan yang akan diperoleh
nasabah terutama apabila dilihat dari banyaknya waktu dan tenaga yang
dapat dihemat karena e-banking jelas bebas antrian dan dapat dilakukan
dari mana saja sepanjang nasabah memiliki sarana pendukung untuk
melakukan layanan e-banking tersebut.
Dengan hadirnya e-banking tidak hanya nasabah saja yang mendapatkan
manfaat melainkan juga menciptakan efek manfaat yang lain bagi bank,
yakni meningkatkan pendapatan berbasis komisi atau biaya (fee based
income). Sebagian besar fee berasal dari layanan transaksi yang
ditawarkan e-banking, misalnya untuk pembayaran tagihan listrik dikenai
biaya Rp 2.500 per transaksi.
2.4. Keamanan Dalam Menggunakan Fasilitas E-Banking
Keamanan merupakan isu utama dalam e-banking karena sebagaimana kegiatan
lainnya di internet, transaksi perbankan di internet juga rawan
terhadap pengintaian dan penyalahgunaan oleh tangan-tangan yang tidak
bertanggung jawab.
Salah satu teknik pengamanan yang sering dugunakan dalam e-banking
adalah melalui SSL (Secure Socket Layer) maupun lewat protokol HTTPS
(Secure HTTP).
BCA salah satu bank pelopor e-banking di Indonesia contohnya. BCA
menawarkan produk perbankan elektronik berupa KlikBCA, yang memberikan
kemudahan untuk melakukan transaksi perbankan melalui komputer dan
jaringan internet. KlikBCA dilengkapi dengan security untuk menjamin
keamanan dan kerahasiaan data dan transaksi yang dilakukan oleh nasabah.
Untuk menambah keamanan pihak bank melengkapi juga dengan KeyBCA,
yaitu alat pengaman tambahan untuk lebih mengamankan transaksi
finansial di KlikBCA. Alat ini berfungsi untuk mengeluarkan password
yang selalu berganti setiap kali melakukan transaksi finansial. Dengan
demikian, keamanan nasabah bertransaksi akan makin terjaga.
2.5 Manajemen Penyelenggaraan Kegiatan E-Banking
1. Manajemen resiko dalam penyelenggaraan kegiatan internet banking
Peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia terkait dengan
pengelolaan atau manajemen risiko penyelenggaraan kegiatan internet
banking adalah Peraturan Bank Indonesia No. 5/8/PBI/2003 tentang
Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum dan Surat Edaran Bank
Indonesia No. 6/18/DPNP, tanggal 20 April 2004 tentang Penerapan
Manajemen Risiko Pada Aktivitas Pelayanan Jasa Bank Melalui Internet
(Internet Banking).
Pokok-pokok pengaturannya antara lain sbb:
a. Bank yang menyelenggarakan kegiatan internet banking wajib menerapkan
manajemen risiko pada aktivitas internet banking secara efektif.
b. Penerapan manajemen risiko tersebut wajib dituangkan dalam suatu
kebijakan, prosedur dan pedoman tertulis dengan mengacu pada Pedoman
Penerapan Manajemen Risiko pada Aktivitas Pelayanan Jasa Bank Melalui
Internet (Internet Banking), yang ditetapkan dalam lampiran dalam Surat
Edaran Bank Indonesia tersebut.
c. Pokok-pokok penerapan manajemen risiko bagi bank yang menyelenggarakan kegiatan internet banking adalah:
1) Adanya pengawasan aktif komisaris dan direksi bank, yang meliputi:
a) Komisaris dan direksi harus melakukan pengawasan yang efektif
terhadap risiko yang terkait dengan aktivitas internet banking, termasuk
penetapan akuntabilitas, kebijakan dan proses pengendalian untuk
mengelola risiko tersebut.
b) Direksi harus menyetujui dan melakukan kaji ulang terhadap aspek utama dari prosedur pengendalian pengamanan bank.
2) Pengendalian pengamanan (security control)
a) Bank harus melakukan langkah-langkah yang memadai untuk menguji
keaslian (otentikasi) identitas dan otorisasi terhadap nasabah yang
melakukan transaksi melalui internet banking.
b) Bank harus menggunakan metode pengujian keaslian transaksi untuk
menjamin bahwa transaksi tidak dapat diingkari oleh nasabah (non
repudiation) dan menetapkan tanggung jawab dalam transaksi internet
banking.
c) Bank harus memastikan adanya pemisahan tugas dalam sistem internet banking, database dan aplikasi lainnya.
d) Bank harus memastikan adanya pengendalian terhadap otorisasi dan hak
akses (privileges) yang tepat terhadap sistem internet banking,
database dan aplikasi lainnya.
e) Bank harus memastikan tersedianya prosedur yang memadai untuk
melindungi integritas data, catatan/arsip dan informasi pada transaksi
internet banking.
f) Bank harus memastikan tersedianya mekanisme penelusuran (audit trail) yang jelas untuk seluruh transaksi internet banking.
g) Bank harus mengambil langkah-langkah untuk melindungi kerahasiaan
informasi penting pada internet banking. Langkah tersebut harus sesuai
dengan sensitivitas informasi yang dikeluarkan dan/atau disimpan dalam
database.
3) Manajemen Resiko Hukum dan Risiko Reputasi
a) Bank harus memastikan bahwa website bank menyediakan informasi yang
memungkinkan calon nasabah untuk memperoleh informasi yang tepat
mengenai identitas dan status hukum bank sebelum melakukan transaksi
melalui internet banking.
b) Bank harus mengambil langkah-langkah untuk memastikan bahwa ketentuan
kerahasiaan nasabah diterapkan sesuai dengan yang berlaku di negara
tempat kedudukan bank menyediakan produk dan jasa internet banking.
c) Bank harus memiliki prosedur perencanaan darurat dan berkesinambungan
usaha yang efektif untuk memastikan tersedianya sistem dan jasa
internet banking.
d) Bank harus mengembangkan rencana penanganan yang memadai untuk
mengelola, mengatasi dan meminimalkan permasalahan yang timbul dari
kejadian yang tidak diperkirakan (internal dan eksternal) yang dapat
menghambat penyediaan sistem dan jasa internet banking.
e) Dalam hal sistem penyelenggaraan internet banking dilakukan oleh
pihak ketiga (outsourcing), bank harus menetapkan dan menerapkan
prosedur pengawasan dan due dilligence yang menyeluruh dan berkelanjutan
untuk mengelola hubungan bank dengan pihak ketiga tersebut.
2. Pokok-pokok pengaturannya antara lain sbb:
a. Prinsip Mengenal Nasabah adalah prinsip yang diterapkan bank untuk
mengetahui identitas nasabah, memantau kegiatan transaksi nasabah
termasuk pelaporan transaksi yang mencurigakan.
b. Dalam menerapkan Prinsip Mengenal Nasabah, bank wajib:
1) Menetapkan kebijakan penerimaan nasabah.
2) Menetapkan kebijakan dan prosedur dalam mengidentifikasi nasabah.
3) Menetapkan kebijakan dan prosedur pemantauan terhadap rekening dan transaksi nasabah.
4) Menetapkan kebijakan dan prosedur manajemen resiko yang berkaitan dengan penerapan Prinsip Mengenal Nasabah.
c. Terkait dengan kebijakan penerimaan dan identifikasi nasabah, maka:
1) Sebelum melakukan hubungan usaha dengan nasabah, bank wajib meminta
informasi mengenai identitas calon nasabah, maksud dan tujuan hubungan
usaha yang akan dilakukan calon nasabah dengan bank, informasi lain yang
memungkinkan bank untuk dapat mengetahui profil calon nasabah dan
identitas pihak lain dalam hal calon nasabah bertindak untuk dan atas
nama pihak lain. Identitas calon nasabah tersebut harus dibuktikan
dengan dokumen-dokumen pendukung dan bank wajib meneliti kebenaran
dokumen-dokumen pendukung tersebut.
2) Bagi bank yang telah menggunakan media elektronis dalam pelayanan
jasa perbankan wajib melakukan pertemuan dengan calon nasabah
sekurang-kurangnya pada saat pembukaan rekening.
d. Dalam hal calon nasabah bertindak sebagai perantara dan atau kuasa
pihak lain (beneficial owner) untuk membuka rekening, bank wajib
memperoleh dokumen-dokumen pendukung identitas dan hubungan hukum,
penugasan serta kewenangan bertindak sebagai perantara dan atau kuasa
pihak lain.
e. Dalam hal bank meragukan atau tidak dapat meyakini identitas
beneficial owner, bank wajib menolak untuk melakukan hubungan usaha
dengan calon nasabah e-banking. Bank wajib menatausahakan
dokumen-dokumen pendukung nasabah dalam jangka waktu sekurang-kurangnya 5
(lima) tahun sejak nasabah menutup rekening pada bank. Bank juga wajib
melakukan pengkinian data dalam hal terdapat perubahan terhadap
dokumen-dokumen pendukung tersebut.
f. Bank wajib memiliki sistem informasi yang dapat mengidentifikasi,
menganalisa, memantau dan menyediakan laporan secara efektif mengenai
karakteristik transaksi yang dilakukan oleh nasabah bank.
g. Bank wajib memelihara profil nasabah yang sekurang-kurangnya meliputi
informasi mengenai pekerjaan atau bidang usaha, jumlah penghasilan,
rekening lain yang dimiliki, aktivasi transaksi normal dan tujuan
pembukaan rekening.
h. Bank wajib memiliki kebijakan dan prosedur manajemen risiko yang sekurang-kurangnya mencakup:
1) Pengawasan oleh pengurus bank (management oversight).
2) Pendelegasian wewenang.
3) Pemisahan tugas.
4) Sistem pengawasan intern termasuk audit intern.
5) Program pelatihan karyawan mengenai penerapan Prinsip Mengenal Nasabah.
3. Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu dan Transparansi Produk Bank
Regulasi lainnya yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia terkait dengan
upaya meminimalisir internet fraud adalah regulasi mengenai
penyelenggaraan kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu
(APMK), mengingat APMK merupakan alat atau media yang sering digunakan
dalam kejahatan internet fraud. Ketentuan mengenai penyelenggaraan APMK
terdapat dalam Peraturan Bank Indonesia No. 6/30/PBI/2004 tentang
Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu dan
Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/60/DASP, tanggal 30 Desember 2005
tentang Prinsip Perlindungan Nasabah dan Kehati-hatian, serta
Peningkatan Keamanan Dalam Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran
Dengan Menggunakan Kartu.
Adapun pokok-pokok pengaturannya antara lain sbb:
a) Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu (APMK) adalah alat
pembayaran yang berupa kartu kredit, kartu ATM, kartu debet, kartu
prabayar dan atau yang dipersamakan dengan hal tersebut.
b) Bagi bank dan lembaga bukan bank yang merupakan penyelenggara APMK harus menyerahkan bukti penerapan manajemen risiko.
c) Penerbit APMK wajib meningkatkan keamanan APMK untuk meminimalkan
tingkat kejahatan terkait dengan APMK dan sekaligus untuk meningkatkan
kepercayaan masyarakat terhadap APMK.
d) Peningkatan keamanan tersebut dilakukan terhadap seluruh
infrastruktur teknologi yang terkait dengan penyelenggaraan APMK, yang
meliputi pengamanan pada kartu dan pengamanan pada seluruh sistem yang
digunakan untuk memproses transaksi APMK termasuk penggunaan chip pada
kartu kredit.
e) Selain itu, Bank Indonesia juga mengeluarkan regulasi mengenai
transparansi informasi produk bank dan penggunaan data pribadi nasabah,
sebagai upaya untuk mengedukasi nasabah terhadap produk bank dan
meningkatkan kewaspadaan nasabah terhadap berbagai risiko termasuk
internet fraud. Ketentuan tersebut terdapat dalam Peraturan Bank
Indonesia No. 7/6/PBI/2005 Jo SE No. 7/25/DPNP tentang Transparansi
Informasi Produk Bank Dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah.
Sumber : http://jagatrian.wordpress.com/2011/04/14/prinsip-penerapan-e-banking-dan-m-banking/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar